Laporan dari Austria
Wina - Musim kampanye di Austria boleh jadi
tidak semeriah di Indonesia. Jangan bayangkan anda bisa melihat
arak-arakan konvoi kendaraan bermotor, perang spanduk di tiang listrik
dan pohon pohon, atau rapat umum dengan hiburan musik dangdut. Musim
pemilu di Austria jauh dari hingar bingar itu.
Poster atau
atribut kampanye hanya boleh ditempel di tempat tertentu, itupun bentuk
dan ukurannya dibuat seragam sesuai aturan. Di beberapa lokasi keramaian
juga terdapat stand-stand partai yang membagikan balon, souvenir
sederhana seperti gantungan kunci atau alat tulis. Uniknya, barang yang
dibagikan dari berbagai stand partai politik itu kurang lebih sama.
Yang membedakan hanya warna identitas partai dan tentunya brosur program
yang ditawarkan. Kira-kira demikianlah atmosfer yang tercipta saat
Austria menghelat pemilu-nya September tahun lalu.
Program dan
platform partai-partai di Austria memang dapat dibedakan dengan mudah.
Misal Sosial Demokrat Austria (SPO, Sozialdemokratische Partei
Österreichs) dikenal sebagai partai kiri dengan program populis untuk
warga golongan menengah kebawah. Sementara partai konservatif kanan OVP
(Österreichische Volkspartei) lebih populer bagi kalangan kaum pengusaha
dan karyawan dengan kebijakan kebijakan ekonominya yang liberal. Nah
untuk warga yang sangat peduli dengan isu lingkungan bisa menyalurkan
aspirasinya melalui Partai Hijau (Die Grünen).
Dalam kampanyenya, partai juga diperbolehkan untuk saling mempertentangkan
kebijakan
antar partai terhadap suatu isu tertentu. Selama masih dalam koridor
etika dan bertujuan untuk pendidikan politik, bentuk attacking campaign
seperti ini dianggap sah-sah saja. Janji-janji kampanye yang diumbarpun
jauh dari kesan normatif. Seperti partai SPO yang menjanjikan
pendidikan gratis, atau partai nasionalis ultra kanan FPO (Freiheitliche
Partei Österreichs) yang berani terang-terangan menolak integrasi Uni
Eropa dan membatasi penyebaran agama Islam di Austria.
Detikcom
mendapat undangan dari parlemen Austria untuk meliput jalannya pesta
demokrasi di negara kecil eropa ini. Saat mengunjungi persiapan salah
satu TPS untuk distrik 1 di bilangan Ringstrasse, detikcom dipandu oleh
petugas KPPS yang menjelaskan proses proses pencoblosan. "Kami telah
mengirim surat jauh hari sebelumnya, dan warga diminta datang sesuai
waktu yang tertera di undangan," ungkap Hendrik Schmidt petugas yang
mendampingi kami.
"Bagi yang berhalangan bisa mengirimkan suaranya melalui pos," tambahnya.
Tidak
mungkin ada manipulasi daftar pemilih tetap atau pemilih ganda, karena
daftar pemilih terintegrasi dengan data kependudukan dari kementerian
dalam negeri (Bundesministerium für Inneres)
Kertas suaranya pun
mirip dengan di Indonesia, dibuat seukuran koran yang memuat tanda
gambar partai dan nama calon anggota legislatif. "Kertas suara untuk
tuna netra dibuat khusus, dan kami juga menyediakan bilik suara untuk
penyandang cacat," jelas Hendrik.
Karena kondisi geografis
Austria yang berupa dataran saja dan hanya berpenduduk 8 juta jiwa,
hasil pemilu bisa langsung diketahui hari itu juga. Tepat pukul 6 sore,
seluruh ketua partai berkumpul di gedung parlemen untuk memberikan
pernyataan pers bersama dan saling memberi ucapan selamat kepada peraih
suara terbanyak.
Tak ada pertentangan, ataupun sengketa pasca
Pemilu. Meski demikian, tetap terasa dinamika saat hasil Pemilu
diumumkan. Ada yang kecewa dan gembira.
Namun publik tahu, tak
perlu saling serang atas hasil Pemilu, karena semua dijalankan dengan
asas kompetisi politik yang sehat. Untuk pemilu terakhir ini, kembali
Partai Sosial Demokrat, SPO, memenangkan 57 kursi dari 183 kursi yang
diperebutkan, atau sekitar 29,3 persen suara dan diikuti partai OVP
dengan 26 persen suara. Dengan hasil ini, pimpinan Partai SPO, Werner
Faymann, berhak menduduki posisi kanselir, sebagai kepala pemerintahan
setingkat perdana menteri di Austria.
Dan sesuai janjinya selama
kampanye, hanya berselang 2 bulan setelah Faymann disumpah, pemerintah
Austria pada Februari lalu baru saja mengeluarkan kebijakan baru untuk
mengratiskan pendidikan dasar dari mulai tingkat taman kanak-kanak.
Agaknya, politisi Austria tak sekedar tebar janji kampanye. Tak perlu
juga embel embel kontrak politik agar publik mempercayainya.
Mungkinkah
politisi Tanah Air mencuplik karakter politisi Austria untuk pendidikan
politik Indonesia yang lebih baik? Kita lihat saja pesta demokrasi
Indonesia yang segera digelar nanti.
(gah/gah)
0 comments:
Post a Comment
Hi 99ers,
Silahkan ajukan pertanyaan , saran ataupun kritik tentang karya dan kegiatan hanum rais. Kami akan menjawabnya. No question yang menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) ya ^_^ dan
Mohon maaf bila responnya lama :)