IVF ke-6

Minggu malam, 13 Maret 2016, setahun lalu saya tidak punya sama sekali gambaran seperti di video ini. Bayi saya didoakan oleh keempat eyang dan kakek neneknya utuh serta ayahnya yang berdasi menjemputnya. Tepat setahun lalu, dengan langkah pasrah, dengan kesiapan bahwa promil IVF saya yang ke-6 akan gagal lagi, saya terbang ke Surabaya sendiri.
Sebenernya saya melakukan IVF ke-6 ini karena Ibu saya (saya akan ceritakan betapa spesialnya petuah Ibu dan paksaan Ibu agar saya promil lagi) 

Tidak ada saudara, tidak ada ayah ibu apalagi suami. Karena memang saya yang meminta. Maklum sudah ditemani di puluhan promil sebelumnya. Jadi rasanya tidak enak melibatkan mereka kembali untuk sesuatu yang belum pasti. Saya hanya ditemani seorang asisten @ryakusuma karena harus membawa banyak koper dan ia tak rela saya pergi seorang diri. Sebuah situasi yang sedikit unfortunate awalnya. Ibu saya sedang sakit, mertua sedang ke luar negeri, suami tengah menjalankan kewajiban menguji di kampus, sementara jadwal cek awal promil itu sesuai dengan bioritmik menstruasi saya yang tidak bisa menunggu. Jadilah saya mengawali promil dengan segenap kemandirian saya di kota orang. 

Di awal promil, semua saya lakukan sendiri. Cari kos kosan sendiri. Cari transport sendiri. Tiap hari datang dan pergi ke RS Siloam untuk suntik (saat itu sekarang namanya Ferina) juga sendiri. Ada Suatu rutinitas spiritual untuk menguatkan kepasrahan dalam menjalani IVF ini: setiap pulang suntik saya ke musholla di Grand City Mall yang bagus dan sepi. Disitu saya bermunajat pada Allah: "Ya Allah, sungguh hambaMu ini sudah sepasrah pasrahnya. Hamba melakukan ini semua karna ingin berbakti pada orangtua. Karena Ibu. Berikanlah hasil yang terbaik untukku apapun kodratmu pada IVF ke6 ini". Itulah doa saya, saya sudah tidak pernah lagi menuntut berhasil. Saya hanya katakan berikanlah yang terbaik menurutMu ya Allah untukku.